Saat aku kehilangan orang-orang yang kau harapkan akan
menjadi lebih dari sekedar teman dihidupku mulai pergi perlahan, satu persatu,
hilang dan tak kembali. Aku mengingat seseorang yang dulu begitu aku kenal,
walau ,mungkin aku sedikit salah mengenal, orang yang kusebut “dia”. Aku
mencoba menghilangkan ego dan rasa gengsiku, dan kucoba memberanikan diri untuk
sms dia, kutulis pesan singkat, kuhapus, kutulis lagi,dan kuhapus lagi, hal
yang aku lakukan saat rasa ragu masih bergejolak dikepala, namun akhirnya rasa
rindu dan nekat tetap mengalahkan segalahnya, sms terkirim.
Belum ada tanda-tanda sms balasan dari dia, dan kau mulai
pasrah, mungkin emang ngak penting lagi buat balas sms dariku, hape sudah tidak
aku hiraukan lagi, akupun sibuk mengerjakan aktifitasku kembali.
Beberapa saat kemudian hape berdering, aku tahu pasti itu
nada sms masuk. Saat kulihat itu sms balasan dari dia, senyum kecil dibibirku.
Setelah membalas kembali smsnya perasaanku tiba-tiba tak tentu arah, aku ingin
tertawa bahagia, tapi air mata tak bisa aku tahan laju tetesnya, aku mencari
kontak Bela, kutelpon Bela dan kuungkapkan apa yang aku rasakan,
ketidaknyamananku, kegilaan ini, kebodohan yang tidak penting ini dan bodoh
benar-benar saat bodoh aku menangisi dia, aku ceritakan apa yang aku rasakan
pada Bela, setelah lega mengungkapkan semuanya aku melanjutkan ceritaku dengan
“dia”, semua masih terasa indah, seperti tidak pernah terjadi apa-apa diantara
kami, seperti semua yang kami lewati belum pernah ternodai oleh pertengkaran
dan selisi paham, indah dan penuh kehangatan.
Malam selanjutnya berjalan seperti setahun yang lalu, kami
smsan, membahas hal0hal konyol yang tidak penting tapi cukup membuat kau
tertawa dan merasa bahagia, cukup untuk menutupi rasa rinduku, cukup. Sampai
suatu malam, ketika itu adalah malam minggu, dan seperti biasanya aku hanya
dirumah, bersama game, musik, dan kopi hangat. Kulihat hape ada sms dari dia
yang menanyakan apa yang aku lakukan saat malam mingguan ini, aku jawab jujur
bahwa aku hanya dirumah, pacaran sama bantal, dan kesalahpahaman terjadi,
sengaja atau hanya membuat perbincangan tidak garing, aku tak tahu. Akhirnya
dia menakut-nakuti untuk menelphonku, karena dia tidak percaya bahwa aku sedang
sendirian dikamar, oke kata-katanya aku sambut baik, silakan telphon.
Obrolan berlanjut ditelphon, yaampun gila, canggung,
deg-degan, mau ketawa, bingung mau ngomong apa, malu, dan segala perasaan saat
pertama kali kenal dia tiba-tiba terasa kembali. Banyak cerita yang kami bagi,
tertawa lepas, saling gangguin, dan semua kelakuan yang konyol terjadi.
Malam-malam berikutnya berlanjut, kami lebih sering telphonan, dan berbagi
cerita. Semua ceita indah terukir, semua yang dulu hilang seperti datang
kembali, hari-hari terasa lebih indah.
Tapi semua yang indah tak selamanya indah, semua tentang dia
tak semuanya tawa, terkadang kesedihan juga terukir, aku tahu itu, aku sadar
akan hal itu. Karena dia bukan orang baru, dia pemain lama dalam perjalanan
ceritaku, jika semua indah tentang dia, mungkin hubungan kami tidak seperti
ini, mungkin akan ada cerita yang lebih serius dan penuh warna dihidupku,
mungkin, jika semua yang diawalin dengan baik-baik diakhirin dengan baik-baik
juga.
Ketakutan dan ketidaknyamanan ini sering terlintas
dibenakku, aku takut saat sekarang aku mulai sayang kembali, aku mulai mencari
titik kenyamananku bersamanya, aku mulai memiliki rasa takut kehilangan pahalal
dia tak pernah jadi milikku, aku mulai membayangkan hal yang terburuk yang
mungkin kan terjadi beberapa waktu lagi, aku tau, aku takut karena aku pernah
mengalami ini. Kata hati yang selalu ingin bersamanya, tapi dendam juga tak
bisa aku pungkiri, aku mengakui dibalik rasa sayang ini rasa dendam juga
terasa, walau aku tak punya niat untuk membalas, atau lebih pastinya aku tak
punya kemampuan untuk membalas. Aku tak kuasa, aku terlalu lemah, rasa sayang
mengalahkan segalahnya.
Sekarang aku hanya berpikir untuk bahagia dengannya, aku tak
ingin kebahagian yang sekarang sedang membara tercampur dengan rasa takut dan
curiga. Sekarang hanya membayangkan yang baiknya tanpa memikirkan hal buruk
yang kan terjadi setelahnya, karena sekarang saat dia masih bersamaku tidak
akan kembali lagi saat dia menjadi milik orang lain. Walaupun nanti dia pergi
lagi untuk orang lain, setidaknya aku pernah merasakan hal-hal bahagia saat dia
belum pergi, saat ini, saat dia masih denganku, walau dia bukan milikku. D
0 komentar:
Posting Komentar